Sabtu, 13 Juni 2020

Cerpen Anak


Kisah Setangkai Mawar
OLEH : RAMADHANI AYU WIGUNA
            Aku terbangun dari mimpi yang indah. Sinar mentari tepat menyinari wajahku. Kicauan serangga terdengar merdu di telingaku.
            “Selamat pagi cantik... Sapa kamboja yang sejak tadi sudah bangun.
            Selamat pagi juga, wah... Kelopakku tambah banyak, warnaku juga indah banget, aku cantik sekali!” Aku berseru setelah sadar diriku sudah mekar sempurna.
            “Kamu memang cantik mawar merah, tapi ingat jangan sombong ya... Kamboja mengingatkan.
            “Siapa yang sombong, itu kan kenyataan.aku memang cantik, lihat saja warnaku... waw indah sekali... Sedangkan kamu warnamu jelek, dan memang pantas jika kamu jadi bunga penjaga kuburan, ha... ha... ha... Ejekku pada bunga kamboja.
            “Mawar jangan begitu, kita semua ini ciptaan tuhan, jelek, cantik ataupun kurang sempurna semuanya ciptaan yang kuasa jadi kita tidak boleh sombong.” Melati menasehatiku.
            Aku hanya diam. Sejak setahun lalu taman ini dibangun memang aku yang paling cantik diantara bunga-bunga yang lain. Percuma mendengar omongan mereka. Gumanku dalam hati.
            Tiba-tiba segerombolan anak-anak bermain kejar-kejaran di taman, uh... tingkah mereka sangat menyebalkan, kaki-kaki mereka menginjak-injak tanaman di taman. Terkadang sesekali mereka saling dorong hingga merusak daunku, lalu kubalas dengan tancapan duriku.
            “Ah... Sakit banget...!” Teriak anak yang terkena duriku.
“Ada apa?” Tanya temannya.
“Ini tanganku kena duri...!sakit sekali...!” Teriak anak laki-laki itu.
Aku pun merasa puas sekali berhasil melukai tangan anak jahil itu. Dia telah merusak daunku dan terkadang mematahkan salah satu tangkaiku. Rasanya aku ingin membalas lebih dari itu tapi apalah dayaku yang aku bisa cuma melukainya dengan duriku.
“Sudahlah sini aku lihat, semoga durinya tidak menancap terlalu dalam.” Kata anak laki-laki yang satunya lagi.
Anak-anak itu menolong tangan temannya yang terkena duri. Ternyata mereka saling menyayangi, saling bantu saat ada temannya yang terluka, itulah gunanya teman... itu yang sering aku dengar dari percakapan anak-anak itu. Ah... aku iri pada mereka. Aku tak mempunyai teman dan bersenang-senang seperti mereka.
Aku  menatap jauh ke depan, menerawang tak tentu arah. Entah apa yang ada di fikiranku, jiwaku kosong seakan tak ada gairah, selama ini walau hidup berdampingan dengan berpuluh-puluh bunga tapi aku merasa sendirian.
Tiba-tiba seorang anak perempuan perlahan mendekati rumpunku, semakin dekat... semakin dekat... anak itu menatapku dengan penuh rasa ingin tahu. Ia terus mendekatiku.
 “Wow... Cantik sekali...!” Teriak salah satu anak perempuan yang mendekatiku, tangannya yang besar tiba-tiba mencengkramku dan mematahkan tangkaiku. Aku menjerit kesakitan, tapi tak ada yang bisa menolongku. Tangkaiku terkulai lemah. Aku kaget dan tak bisa berbuat apa-apa.
“Bunga yang sangat indah, keindahanya tiada tara... Baunya haruuuum....!” Teriak anak perempuan itu senang.
Akupun terkulai pasrah ketika anak itu membawaku pergi entah kemana, tak ada yang menolongku, tak ada yang mengucapkan selamat tinggal untukku.
“Tuhan... Aku benar-benar sendirian...!” Keluhku dalam hati.
Bunga kamboja dan yang lainnya hanya menatapku diam. Tak ada sepatah katapun yang mereka ucapkan padaku. Mungkin mereka merasa takut pada anak-anak yang mematahkan tangkaiku.
Kini aku ditempatkan di sebuah vas bunga yang indah. Tubuhku rasanya agak segar setelah vas bunga diberi air. Tapi kehidupan seperti inilah yang aku idamkan...?
“Aw... Apa itu...!” Teriakku setelah melihat sosok hitam yang bergerak ke arahku.
“Halo cantic...! Aku tikus penunggu rumah ini, dari semua bunga yang sering menghiasi kamar ini kuperhatikan kamu yang paling cantik.” Puji tikus itu padaku.
“Aku memang cantik. Ciyus... mi apa...? Kamu iri ya karena kamu jelek.” Ejekku.
“Ternyata selain cantik, kamu juga sombong ya...? Sudah mau mati masih juga sombong. Paling kamu hanya bertahan cuma satu hari besok juga tamat riwayatmu...! Ejek tikus padaku.
“Ha... Apa aku akan mati...?” Aku kaget.
“Ya... Iya lah...! Besok bungamu yang cuan..... tik itu akan layu, lalu riwayatmu akan berakhir di tempat sampah. Lalu dibuang entah kemana atau berakhir di pembakaran sampah. Ha... ha... ha...! Teriak tikus sambil meninggalkan aku sendirian.
“Hei... Tikus apa maksudmu...? Aku tidak akan mati... tidak...!” Teriakku.
“Hei bunga yang sombong, semua makhluk tuhan pasti akan mati, tidak ada makhluk tuhan itu yang abadi. Hanya tuhan yang menciptakan kita yang punya sifat abadi. Kau tidak tahu itu...? Makanya jangan sombong.” Tikus menasehatiku.
Beberapa hari kemudian. Ternyata tikus benar, kini aku hanyalah sampah yang tak berguna. Tubuhku jelek dan tangkaiku mulai membusuk, rasanya sangat sakit sekali. Aku mulai sekarat, tangkaiku tekulai lemah. Tak ada lagi warna yang indah, tak ada lagi bau yang segar dan harum. Aku benar-benar akan mati.
Tiba-tiba ada yang menghampiriku. Ternyata tikus. Ia mengendus-endus sambil meneliti sekujur tubuhku yang mulai mengering dan mulai mengeluarkan bau yang tak sedap.
“Lihatlah keadaanmu sekarang...! Sebentar lagi nasibmu akan berakhir.” Ejek tikus.
“Tikus aku mohon maaf...! Tolong aku tikus...! Aku mohon...! Aku menghiba pada tikus.
“Menolongmu...? Apa yang bisa aku lakukan untuk makhluk cantik dan angkuh sepertimu...?” Ejek tikus lagi.
“Tikus maafkan aku...! Aku memang salah. Tapi aku minta tolong padamu...!” Bujukku memelas.
Tiba-tiba tikus berlari ketakutan meninggalkan aku sendirian. Aku kaget ternyata tukang kebun telah datang dan membersihkan sampah-sampah dan lalu membuang aku di tempat pembuangan sampah bercampur sampah-sampah lain yang aromanya tidak sedap. Tukang kebun mengumpulkan sampah-sampah yang lainnya dan  siap untuk di bakar. Aku sangat cemas. Tubuhku rasanya lunglai, bau minyak tanah sangat menyengat. Lalu tiba-tiba api mulai membakar sampah-sampah yang ada.
“Tuhan... Tolong aku... Panas mulai terasa. Tuhan... Aku tidak mau mati... Tolong aku ya Tuhan...! Aku berdoa memohon keajaiban tuhan.
Tubuhku mulai terasa pedih saat api mulai membakar ujung tangkaiku, aku pasrah. Tiba-tiba ada yang menarikku dan membawa aku menjauhi pembakaran.
“Tikus...! Terima kasih, kau menolongku, maaf atas kelakuanku kemarin ya... Aku selama ini memang sombong. Aku bangga dengan kecantikan dan kesempurnaanku.” Ujarku pada tikus.
“Sudahlah, kamu tetap akan mati walaupun kali ini selamat dari api, kita semua akan mati. Cuma tinggal menunggu giliran, iya kan?”
“Iya aku tahu tikus. Tapi aku tidak mau mati di pembakaran. Kau bisa menolongku satu kali lagi...? Tolonglah...?” Aku memohon pada tikus.
“Apa yang harus aku lakukan?” Tanya tikus mulai serius.
“Kau mau menolongku kan?” Aku bertanya hanya untuk memastikan.
“Jika aku bisa aku akan menolongmu...! Jawab tikus.
“Bawalah aku ke tempat yang aman. Lalu buatlah lubang untukku, sebelum tangkaiku kering. Aku masih bisa hidup tikus…! Lihatlah bakal tunasku masih ada kan? Aku akan tumbuh jika kau tanam aku. Tolonglah...! Pintaku pada tikus.
“Oh ya...?” Tikus agak kaget.
“Iya teman, bunga mawar sepertiku ini dikembangbiakkan dengan di stek.” Aku berusaha untuk menjelaskan pada tikus.
“Apa pula itu stek?” Tanya tikus semakin penasaran.
“Stek itu adalah salah satu cara berkembang biak dengan cara mematahkan bagian tubuhku lalu ditanam kembali. Nah...! Nanti akan tumbuh tunas-tunas baru di tangkaiku hingga aku nanti dapat tumbuh besar lalu berbunga lagi. Begitu tikus, apa kau paham?” Tanyaku pada tikus.
“Wow...! Begitukah..?” Tikus seakan takjub mendengar penjelasanku.
“Ternyata Tuhan memang maha kuasa yang bisa menciptakan makhluk dengan segala keunikannya. Baiklah aku akan membantumu dengan senang hati. Tapi ingat jika nanti kau diberi kesempatan hidup dan berkembang hingga bungamu secantik dulu, kau jangan pernah menyombongkan diri seperti dulu kau setuju...?” Kata tikus.
“Baiklah...! Aku akan mendengarkan nasehatmu. Jika aku diberi kesempatan untuk hidup dan berkembang maka aku akan menjadi makhluk Tuhan yang cantik dan berteman dengan semua makhluk yang lainnya.” Janjiku pada tikus.
Dengan semangat tikus sahabatku menggali lubang untukku lalu dengan mulutnmya aku dibawa ke lubang itu lalu di tanam dengan penuh harapan dan doa. Aku terharu melihat ketulusan sahabatku itu.
Beberapa bulan telah berlalu, daunku kini mulai bermunculan, semua ini berkat jasa tikus yang kini jadi sahabatku. Dia rutin mengunjungiku setiap malam, ternyata mempunyai sahabat sangatlah indah. Bentuk fisik ternyata bukanlah jaminan. Yang terpenting adalah hati kita. Kini aku diberi kesempatan menjadi makhluk yang lebih memaknai hidupku, bersama sahabat-sahabat baruku yang baik.

                                                Surabaya, 10 Agustus 2015
                                                Kupersembahkan untuk sahabat-sahabat yang setia
                                                                                    Penulis



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

desain dengan paint

ARTIKEL GIATKAN LITERASI DENGAN PEMBIASAAN MENULIS DIARY

  GIATKAN LITERASI DENGAN PEMBIASAAN MENULIS DIARY di SDN Dr.SUTOMO V/ 327 SURABAYA Oleh : RITA ERWIYAH,M.Pd Menulis merupakan salah sat...

Persahabatan si Betung